Entri Populer

Senin, 31 Oktober 2016

Fiqih Muamalah/ sayyid abdullah



PENGERTIAN DAN OBJEK KAJIAN FIQIH MUAMALAH


MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih II (Muamalah)
Kelas PAI-D Semester V
Dosen Pengampu: H. Edi Bahtiar,  M. Ag.










Disusun Oleh:

1.      Muhammad Mujtahid          (1410110118)
2.      Maulida Sa’diyah                  (1410110124)
3.      Sayid Abdullah                      (1410110135)
4.      Hanik Maulida Hidayati       (1410110146)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2016/2017


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan , harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka untuk memenuhi kebutuhan keduanya lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah.
Islam merupakan agama yang kompleks dan dinamis, segala hal semuanya sudah diatur  sedemikian rupa, salah satu aturan dalam Islam tersebut termaktub dalam ilmu fiqih muamalah. Didalamnya mencakup seluruh sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta yang lainnya.
Para ulama’ mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua yang dihadapi kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut diatas dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya. Yang bertujuan untuk menjelaskan dan menjawab hukum-hukum permasalahan tersebut supaya dapat dimanfaatkan pada masa-masanya dan setelahnya, ketika lemahnya negara Islam dan kaum muslimim dalam seluruh urusannya, termasuk juga masalah fiqih seperti sekarang ini.
Oleh sebab itulah, sudah menjadi kewajiban setiap muslim dalam kehidupannya untuk mengenal dan mengamalkan hukum-hukum syariat terkait dengan amalan tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai sebagai acuan atau sandaran kita dalam hubungan kepentingan antar sesama manusia, yang akan dibahas pada makalah dibawah ini.

B.     Rumusan Masalah.
Adapun rumusan masalahnya, sebagai berikut:
1.      Bagaimana definisi  Fiqih Muamalah?
2.      Apa saja Objek Kajian dari Fiqih Muamalah?
3.      Bagaimana kedudukan dan sumber Hukum Fiqih Muamalah dalam Islam?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisannya, sebagai berikut:
1.      Dapat memahami dan mengetahui tentang definisi Fiqih Muamalah.
2.      Dapat memahami dan mengetahui tentang objek kajian dari Fiqih Muamalah.
3.      Dapat memahami dan mengetahui tentang kedudukan dan sumber hukum Fiqih Muamalah dalam Islam.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Hakikat Fiqih Muamalah
1.      Pengertian Fiqih
Menurut etimologi Fiqih adalah paham. Arti ini sesuai dengan arti Fiqih dalam salah satu Hadits riwayat Imam Bukhari, berikut:
من ير رالله به خيرا يفقهه في الدين
Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisiNya, niscaya diberikan kepadaNya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama,”
Menurut terminologi, Fiqih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak maupun ibadah sama dengan arti Syari’ah Islamiyah.[1]
2.      Pengertian Muamalah
Menurut bahasa, muamalah berasal dari kata عامل-يعامل-معاملة  sama dengan wazan: فاعل-يفاعل-مفاعلة, artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan.
Menurut istilah, pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian muamalah dalam arti sempit. Definisi muamalah dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut.
a.       Al-Dimyati berpendapat bahwa muamalah adalah:
التحصيل الدنيوي ليكون سبباللاخر 
“Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi(akhirat)”.
b.      Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
c.       Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.
Dari pengertian dalam arti luas diatas, kiranya dapat diketahui bahwa muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit didefinisikan oleh para ulama’ sebagai berikut.
a.       Menurut Hudlari Byk, muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya.
b.      Menurut Idris Ahmad, muamalah adalah aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaniah dengan cara yang paling baik.
c.       Menurut Rasyid Ridha, muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan. [2]
3.      Pengertian Fiqih Muamalah
Menurut pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai hubungan masyarakat, dan bertendensikan kepentingan material yang saling menguntungkan satu sama lain.
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Fiqih Muamalah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan, misalnya dalam persoalan jual beli, utang piutang, kerjasama dagang, kerjasama dalam penggarapan tanah, sewa menyewa dan lainnya.

B.     OBJEK KAJIAN FIQH MUAMALAH
Ruang lingkup Fiqih Muamalah terbagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup muamalah madiyah dan adabiyah. Ruang lingkup pembahasan Muamalah madiyah ialah muamalah yang mengkaji segi objeknya, yaikni benda. Seperti masalah jual beli, jaminan dan tanggungan, pemindahan utang, jatuh bangkrut, sewa menyewa, barang titipan, barang temuan, sewa-menyewa tanah, upah, pembagian kekayaan bersama, dan ditambah beberapa masalah kontemporer seperti masalah bunga bank, dan asuransi kredit.
Sedangkan, Muamalah Adabiyah ialah muamalah yang ditinjau dari segi subjeknya (pelakunya). Seperti masalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
Dari penjelasan di atas mengenai Fiqih muamalah, baik dari segi pengertian secara luas maupun secara sempit serta ruang lingkup Fiqih muamalah, dapat diketahui bahwa itu semua merupakan tata cara yang Allah SWT tetapkan kepada manusia untuk melakukan aktifitas duniawinya dengan sesama manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmaninya.[3]

C.    Kedudukan dan Sumber Hukum Fiqih Muamalah dalam Islam
Dalam hal ini kedudukan dan Sumber Hukum Fiqih Muamalah dalam Islam sangatlah besar karena Fiqih Muamalah ini berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan sesama manusia dalam urusan kebendaan, hak-hak kebendaan, serta penyelesaian perselisihan di antara mereka, yang dialami di dunia yang juga akan berpengaruh pada kehidupan di Akhirat nanti.
1.      Kedudukan Fiqih Muamalah Dalam Islam
Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalah, karena bidang tersebut selalu mengalami perkembangan. Meskipun demikian Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di bidang muamalah tidak menimbulkan kemadharatan (kerugian) salah satu pihak.
      Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun dalam praktiknya tidak dapat dipisahkan dengan ukhrawi(akhirat), sehingga dalam ketentuannya mengandung aspek halal, haram, sah, rusak dan batal.
2.      Sumber Hukum Fiqih Muamalah
Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa Fiqih muamalah adalah hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia, oleh sebab itu Fiqih muamalah juga memiliki sumber hukumnya, yaitu diantaranya ialah Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
a.       Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa Arab yang yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-Qur’an merupakan referensi utama umat Islam, termasuk di dalamnya masalah hukum dan perundang-undangan.
Sebagai sumber hukum yang utama, Al-Qur’an dijadikan patokan pertama oleh umat Islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan. Ayat Al-Qur’an yang membahas tentang Fiqih Muamalah ini bisa kita lihat pada surat Q.S Al-Baqarah: 188 dan Q.S An-Nisa: 29.
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
Artinya: “dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 188)
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu(1); Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-Nisa: 29)
(1) Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
b.      Al-Hadits
Al-Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun keteetapan. Al-Hadits merupakan sumber Fiqih yang kedua setelah Al-Qur’an yang berlaku dan mengikat umat Islam.
c.       Ijma’ dan Qiyas
Ijma’ merupakan kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW., suatu hukum syar’i agar bisa dikatakan sebagai Ijma’, maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Ijma’ bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja.
Sedangkan Qiyas merupakan kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang tidak terdapat dalam nash (Al-Qur’an dan Al-Hadits), dengan cara menyamakan pada kasus baru yang sudah terdapat dalam nash.

  

                                                           GLOSARIUM


Duniawi          : mengenai dunia, bersifat dunia
Etimologi        : cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna
Hukum            : peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa; undang-undang; peraturan; ketentuan; dan sebagainya
Ijtihad             : usaha yang mencurahan kesanggupan yang ada dalam membahas (menyelidiki) suatu masalah untuk mendapatkan suatu hukum yang sulit bertitik tolak kepada Al Qur’an dan as-Sunnah
Kemadharatan : kerugian
Muamalah       : hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dan sebagainya)
Mujtahid         : orang yang dengan ilmunya yang tinggi dan lengkap telah mampu menggali dan menyimpulkan hukum-hukum Islam dari sumber-sumbernya yaang asli seperti Al-Qur’an dan Hadits
Tasharruf         : semua bentuk interaksi manusia baik yang bersifat sosial maupun komersial
Termiology      : peristilahan (tentang kata-kata); ilmu mengenai batasan atau definisi istilah




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Fiqih Muamalah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan, misalnya dalam persoalan jual beli, utang piutang, kerjasama dagang, kerjasama dalam penggarapan tanah, dan sewa menyewa.
Ruang lingkup Fiqih Muamalah terbagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup muamalah madiyah dan adabiyah. Ruang lingkup pembahasan Muamalah madiyah ialah masalah jual beli, jaminan dan tanggungan, pemindahan utang, jatuh bangkrut, sewa menyewa, barang titipan, barang temuan, sewa-menyewa tanah, upah, pembagian kekayaan bersama, dan lainnya. Sedangkan, Muamalah Adabiyah ialah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
Kedudukan Muamalah Dalam Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalah, karena bidang tersebut selalu mengalami perkembangan. Meskipun demikian Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di bidang muamalah tidak menimbulkan kemadharatan (kerugian) salah satu pihak.
Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun dalam praktiknya tidak dapat dipisahkan dengan ukhrawi, sehingga dalam ketentuannya mengandung aspek halal, haram, sah, rusak dan batal. Sedangkan untuk sumber Hukum Muamalah yaitu, Al-qur’an, Al-hadits, Ijma’ dan Qiyas, merupakan sumber yang banyak digunakan dalam perkembangan fiqih muamalah.

B.     Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas masih banyak kesalahan-kesalahan serta kekeliruan, baik disengaja maupun tidak. Oleh karna itu, kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA


Ma’sum, M.  Zainy Al-Hasyimiy. 2008. Sistematika Teori Hukum Islam. Jombang: Darul Hikmah.
Mas’adi, Ghufron A. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi. 2005.  Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Abdul Rahman Ghazaly, Dkk. 2010.  Fiqh Muamalat, cet,1. Jakarta: Prenadamedia Group.


[1] M. Ma’sum Zainy Al-Hasyimiy, Sistematika Teori Hukum Islam, (Jombang: Darul Hikmah, 2008), hlm.12.
[2] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.1-2.
[3] Ghufron A Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2002), hlm. 3-5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar