PERSPEKTIF- PERSPEKTIF
DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah: Sosiologi Pendidikan
Kelas PAI-D Semester V
Dosen
Pengampu: Ratna Istriyani, S.Pd, M.A
Disusun
oleh Kelompok 2:
1.
Naeli Asrofil Umam NIM: 1410110134
2.
Sayid Abdullah NIM:
1410110135
3.
Luluk Nur Rohmah NIM: 1410110143
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
JURUSAN
TARBIYAH
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam masyarakat tentunya sering ditemukan beberapa pandangan yang
berbeda satu dengan lainnya. Kenyataan sosial dalam masyarakat pula, sosiologi
pendidikan Islam merupakan mata kuliah yang diberikan pada perguruan tinggi
Islam negeri yang bertujuan agar mahasiswa mampu memahami prinsip sosiologi
pendidikan Islam dan mengenali masalah pendidikan Islam atas dasar prinsip
tersebut.
Penilaian atas sebuah realitas sosial dalam pendidikan dan
masyarakat umumnya dimulai dengan asumsi yaitu dugaan individu yang belum teruji
kebenarannya. Dari asumsi-asumsi tersebut berkembang menjadi perspektif, atau
pandangan yang dapat dipahami oleh setiap individu.
Dalam melihat
kenyataan sosial atau biasa disebut dengan realitas sosial dalam pendidikan dan
masyarakat juga demikian. Penalaran atau penilaian atas sebuah realitas umumnya
dimulai dengan asumsi ( assumption ), yaitu dugaan individu yang belum teruji
kebenarannya. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dipaparkan mengenai perspektif-perspektif dalam sosiologi pendidikan yang akan dibahas pada makalah dibawah ini.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalahnya, yaitu sebagai berikut:
1.
Apa pengertian prespektif-prespektif dalam sosiologi
pendidikan dan macam-macamnya?
2.
Bagaimana peranan dari prespektif-prespektif dalam pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisannyanya, yaitu sebagai
berikut:
1.
Dapat mengetahui dan memahami pengertian prespektif-prespektif dalam sosiologi
pendidikan dan macam-macamnya.
2.
Dapat mengetahui dan memahami peranan dari prespektif-prespektif dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Prespektif dalam Sosiologi
Pendidikan
Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang
suatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara
– cara tertentu. Perspektif membimbing setiap orang untuk menentukan bagian
yang relevan dengan fenomena yang terpilih dari konsep-konsep tertentu untuk
dipandang secara rasional. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa perspektif adalah kerangka kerja
konseptual, sekumpulan asumsi, nilai, gagasan yang mempengaruhi perspektif
manusia sehingga menghasilkan tindakan dalam suatu konteks situasi tertentu.
Dalam konteks sosiologi juga memiliki
perspektif yang memandang proses social didasarkan pada sekumpulan asumsi,
nilai gagasan yang melingkupi proses social yang terjadi sehingga menjadi
perspektif pedekatan, atau kadang disebut paradigma ketiga-tiganya merupakan
cara sosiologi dalam mempelajari masyarakat. Walaupun perspektif tersebut berbeda, bahkan kadang saling bertolak
belakang, antara satu dengan yang lain, namun, sekali lagi perspektif ini hanya
merupakan cara pendekatan untuk mengkaji masyarakat. Jadi dapat disimpulkan,
bahwa perspektif sosiologi merupakan pola pengamatan ilmu sosiologi dalam mengkaji
tentang kehidupan masyarakat dengan segala aspek atau proses social kehidupan
di dalamnya. Pada perkembangan selanjutnya terdapat tempat perspektif dalam
sosiologi, yaitu perspektif evolusionis, dan perspektif konflik.
B. Perspektif-perspektif
dalam Sosiologi Pendidikan
Dalam displin ilmu Sosiologi Pendidikan Islam,
terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan sebagai
perspektif utama sosiologi yang seringkali digunakan sebagai landasan dalam
melihat fenomena pendidikan Islam di masyarakat. yaitu: evolusionis, fungsionalis, interaksionis dan konflik.
Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik sendiri-sendiri bahkan bisa
jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena
pendidikan Islam akan menghasilkan suatu hasil yang saling bertentangan.
Pembahasan berikut ini akan memaparkan bagaimana keempat perspektif tersebut
dalam melihat fenomena pendidikan Islam yang terjadi di masyarakat.
1.
Evolusionis
Perspektif ini
merupakan perspektif teoretis yang paling awal dalam sosiologi. Penganutnya
adalah Auguste Comte dan Herbert Spencer. Perspektif ini memberikan keterangan
yang memuaskan tentang bagaimana masyarakat manusia tumbuh dan berkembang.
Para sosiolog yang menggunakan perspektif ini mencari pola perubahan dan
perkembangan yang muncul dalam masyarakat yang berbeda untuk mengetahui apakah
ada urutan perubahan yang berlaku umum. Dalam perspektif ini secara umum dapat
dikatakan bahwa perubahan manusia atau masyarakat itu selalu bergerak maju
(secara linear), namun ada beberapa hal yang tidak ditinggalkan sama sekali
dalam pola kehidupannya yang baru dan akan terus dibawa meskipun hanya kecil
sampai pada perubahan yang paling baru.[1]
2.
Fungsionalisme
Dalam
perspektif ini, masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja
sama secara terorganisasi dan teratur, serta memiliki seperangkat aturan dan
nilai yang dianut sebagian besar anggota masyarakat tersebut. Jadi, masyarakat
dipandang sebagai suatu sistem yang stabil, selaras, dan seimbang. Dengan
demikian menurut pandangan perspektif ini, setiap kelompok atau lembaga
melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus, karena hal itu fungsional.
Sehingga, pola perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat dan apabila
kebutuhan itu berubah, pola itu akan hilang atau berubah.
Hal ini juga
berarti bahwa perubahan sosial akan mengganggu keseimbangan masyarakat yang
stabil tersebut. Namun tidak lama kemudian akan tercipta kembali keseimbangan.
Perspektif ini lebih menekankan pada keteraturan dan stabilitas dalam
masyarakat. Lembaga-lembaga sosial seperti keluarga, pendidikan, dan agama
dianalisis dalam bentuk bagaimana lembaga-lembaga itu membantu mencukupi
kebutuhan masyarakat. Ini berarti lembaga-lembaga itu dalam analisis ini
dilihat seberapa jauh peranannya dalam memelihara stabilitas masyarakat.
Perspektif fungsionalis menekankan pada empat hal berikut ini.[2]
a. Masyarakat tidak bisa hidup kecuali
anggota-anggotanya mempunyai persamaan persepsi, sikap, dan nilai.
b. Setiap bagian mempunyai kontribusi pada
keseluruhan.
c. Masing-masing bagian terintegrasi satu sama lain
dan saling memberi dukungan.
d. Masing-masing bagian memberi kekuatan, sehingga
keseluruhan masyarakat menjadi stabil.
Perspektif ini
cenderung menolak anggapan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang determinan
terhadap fakta sosial yang lain. Bagi perspektif ini, orang sebagai makhluk
hidup diyakini mempunyai perasaan dan pikiran. Dengan perasaan dan pikiran
orang mempunyai kemampuan untuk memberi makna terhadap situasi yang ditemui,
dan mampu bertingkah laku sesuai dengan interpretasinya sendiri. Sikap dan
tindakan orang tidak dipaksa oleh struktur yang berada di luarnya (yang membingkainya)
serta tidak semata-mata ditentukan oleh masyarakat. Jadi, orang dianggap bukan
hanya mempunyai kemampuan mempelajari, memahami, dan melaksanakan nilai dan
norma masyarakatnya, melainkan juga bisa menemukan, menciptakan, serta membuat
nilai dan norma sosial (yang sebagian benar-benar baru). Karena itu orang dapat
membuat, menafsirkan, merencanakan, dan mengontrol lingkungannya.[3]
Singkatnya,
perspektif ini memusatkan perhatian pada interaksi antara individu dengan
kelompok, terutama dengan menggunakan simbol-simbol, antara lain tanda,
isyarat, dan katakata baik lisan maupun tulisan. Atau dengan kata lain
perspektif ini meyakini bahwa orang dapat berkreasi, menggunakan, dan
berkomunikasi melalui simbol-simbol. Tokoh-tokoh yang terkenal sebagai penganut
perspektif ini adalah George Herbert Mead dan W.I. Thomas.
4.
Konflik
Perspektif ini menjelaskan bahwa masyarakat
selalu dalam keadaan konflik terus menerus, baik antar individu maupun
kelompok, karena pemikiran Perspektif ini menekankan pada adanya perbedaan
individu dalam mendukung suatu system sosial. Teori konflik ini merupakan teori
yang memandang bahwaperubahan sosial tdak terjadi melali proses penyesuaian
nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi yang menghasilkan komprosi-komprosi
yang berbeda dengan kondisi semula. Menurut Perspektif ini juga masyarakat
terdiri dari individu yang masing-masing memiliki berbagai kebutuhan. Keberhasilan individu mendapatkan kebutuhan tersebut berbeda-beda,
karena kemampuan individu berbeda-beda. Persaingan untuk mendapatkan kebutuhan
memicu munculnya konflik dalam masyarakat.
Selain itu Perspektif konflik menitik beratkan pada konsep
kekuasaan dan kewewenangan yang tidak merata pada system sosial, sehingga
menimbulkan konflik baik antara kepentingan pribadi dan kepentingan sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial yang diciptakan selalu berinteraksi, karena itu
beberapa pemikir melihat interaksi sosial sebagai mekanisme yang mengerakkan
konflik. Tokoh pengagas
ataupun pemikir dari Perspektif ini antara lain : Karl Marx, Hegel, Lews Coser,
dan Frederich Engles.[4]
C. Peranan Perspektif-Perspektif
dalam Pendidikan
Perspektif sosiologi sebagai pisau bedah dalam
menganalisa pendidikan sangat bermanfaat bagi perbaikan berbagai permasalah
pendidikan yang kini menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Kajian dan analisis terhadap keterkaitan fenomena sosial dalam
proses pendidikan penting untuk diketahui, di informasikan dan digunakan dalam
pengambilan keputusan, kebijakan maupun strategi dalam praktik pendidikan
terkait dengan fungsi sosiologi pendidikan yaitu menyediakan visi, pemahaman
dan kemampuan terhadap proses pendidikan, dan kemampuan bekerja dalam
pendidikan dengan memanfaatkan dinamika struktural dan proses sosial terkait
dengan proses pendidikan, dikarenakan kehidupan sosial baik dalam maupun luar
lembaga pendidikan mempunyai andil yang besar terhadap proses dan hasil-hasil
pendidikan.
Adanya sosiologi pendidikan bisa membantu memberi bahan yang
berharga dalam rangka melihat proses pendidikan dengan berbagai masalah dan
implikasi yang di timbulkan. Dalam hal ini sosiologi membantu meningkatkan
kepekaan dalam melihat nilai-nilai melihat nilai-nilai, institusi, budaya dan
kecenderungan yang ada dimasyarakat. Sosiologi pendidikan juga memberi jalan
kepekaan untuk melihat nilai-nilai, institusi, budaya, dan kecenderungan lainya
yang terjadi didalam dunia pendidikan.
Selain itu, sosiologi pendidikan dapat membantu memahami perencanaan,
proses implementasi, dan implikasi penerapan program manapun kebijakan
pendidikan tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perpektif sosiologi merupakan pola pengamatan ilmu
sosiologi dalam mengkaji tentang kehidupan masyarakat dengan segala aspek atau
proses sosial kehidupan didalamnya dan suatu kumpulan asumsi maupun kenyakinan
tentang suatu hal, dengan perspektif orang akan memandang suatu hal berdasarkan
cara-cara tertentu. Perspektif membimbing setiap orang untuk menentukan bagian
yang relevan secara rasional.
Pertama adalah perspektif evolusionis, perspektif ini merupakan perspektif teoretis yang
paling awal dalam sosiologi. Penganutnya adalah Auguste Comte dan Herbert
Spencer. Perspektif ini memberikan keterangan yang memuaskan tentang bagaimana
masyarakat manusia tumbuh dan berkembang. Kemudian perspektif fungsionalis,
dalam perspektif ini, masyarakat dilihat sebagai suatu jaringan kelompok yang
bekerja sama secara terorganisasi dan teratur, serta memiliki seperangkat
aturan dan nilai yang dianut sebagian besar anggota masyarakat tersebut. Perspektif interaksionisme, perspektif ini cenderung menolak anggapan bahwa
fakta sosial adalah sesuatu yang determinan terhadap fakta sosial yang lain.
Bagi perspektif ini, orang sebagai makhluk hidup diyakini mempunyai perasaan
dan pikiran. Sedangkan perspektif konflik, pemikiran perspektif konflik menekankan
pada adanya perbedaan pada diri individu dalam mendukung suatu sistem sosial. Menurut
perspektif konflik masyarakat terdiri dari individu yang masing-masing memiliki
berbagai kebutuhan (interests) yang sifatnya langka.
Peranan dari adanya sosiologi
pendidikan bisa membantu memberi bahan yang berharga dalam rangka melihat
proses pendidikan dengan berbagai masalah dan implikasi yang di timbulkan.
Dalam hal ini sosiologi membantu meningkatkan kepekaan dalam melihat
nilai-nilai melihat nilai-nilai, institusi, budaya dan
kecenderungan yang ada dimasyarakat.
B. Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyak kesalahan serta kekeliruan, baik
disengaja maupun tidak. Oleh karna itu, kami harapkan kritik dan sarannya untuk
memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya
salah dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud. 2012. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi
Modern. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar