TEORI CARL ROGERS
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah: Psikologi Kepribadian
Kelas PAI-D Semester IV
Dosen
Pengampu: Mohammad Jalil, M. Pd
Disusun
oleh Kelompok 10:
1.
Fathikul Amin NIM: 1410110125
2.
Sayid Abdullah NIM: 1410110135
3.
Moh. Asror Hilmi Sani NIM: 1410110139
4.
Luluk Nur Rohmah NIM: 1410110143
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
TAHUN
AKADEMIK 2015/2016
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia
sehari-hari telah menyadari bahwa setiap berinteraksi dengan orang lain kita
melihat setiap karakter manusia itu berbeda-beda dan ada banyak sekali
pemikiran-pemikiran menurut para ahli tentang sebuah kepribadian yang dibawa
tiap individu.
Kepribadian adalah semua corak
tingkah laku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan
untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari
luar maupun dari dalam.
Semua orang pasti mengalami
yang namanya perkembangan dan perubahan kepribadian dan setiap orang tentunya
mempunyai perbedaan perkembangan dan perubahan kepribadian. Dalam bab ini akan
dipaparkan bahwa perbedaan dan perubahan kepribadian masuk dalam teori-teori
Carl Rogers yang akan dibahas pada makalah dibawah ini.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya, yaitu sebagai berikut:
1.
Biografi Carl Rogers
2.
Apa saja teori-teori Carl Rogers?
3.
Bagaimana dinamika kepribadian menurut Carl Rogers?
4.
Bagaimana perkembangan kepribadian menurut Carl Rogers?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisannyanya, yaitu sebagai berikut:
1.
Dapat mengetahui dan memahami Biografi Carl Rogers.
2.
Dapat mengetahui dan memahami apa
saja teori-teori Carl Rogers.
3.
Dapat mengetahui dan memahami dinamika kepribadian menurut Carl Rogers.
4.
Dapat mengetahui dan memahami perkembangan kepribadian menurut Carl
Rogers.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Carl Rogers
Carl R. Rogers dilahirkan pada 8 Januari
1902 di Oak Park, Illinois. Dia dibesarkan dalam atmosfer religious dan etika
yang keras dan tegas. Orang tuanya selalu memikirkan kebahagiaan anak-anak
mereka dan menanamkan dalam diri mereka penghargaan terhadap kerja keras.
Deskripsi Rogers tentang kehidupan masa kecilnya mengungkapkan dua
kecenderungan yang terpantul dalam karyanya dikemudian hari. Yang pertamanya
berkaitan dengan masalah moral dan etik.. dan yang kedua adalah penghargaan
bagi metode ilmu pengetahuan. Kecenderungan keduanya tampaknya bersumber dari
upaya ayahnya untuk menggarap lahannya berdasarkan metode ilmiah dan berdasarkan
buku-buku teknik pertanian yang dibaca Rogers.
Rogers mendapatkan gelar sarjana dari Teacher College, Columbia
University, dan memperoleh Ph.D. pada 1931. Dia menggambarkan pengalamannya itu
sebagai pengalaman yang mengarahkan dirinya “menyerap” pandangan dinamis Freud
dan pandangan yang “teliti, ilmiah, amat objektif dan statistical” yang lazim
di Teacher College. Tahun belakangan dalam hidupnya mempresentasikan upayanya
untuk mengintegrasikan aspek religius dengan sains, aspek intuitif dengan
objektif, dan aspek klinis dengan statistical.
B.
Teori-teori Carl Rogers
Karena
perhatian utama Roger kepada perkembangan atau perubahan kepribadian, maka dia tidak
menekankan kepada struktur kepribadian. Meskipun begitu, dia mengajukan tiga
aspek pokok dalam teorinya, yaitu:
1.
Organisme
Organisme yaitu keseluruhan individu atau makhluk fisik dengan
semua fungsi-fungsinya, baik fisik maupun psikis. Organisme ini juga merupakan
tempat semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan prersepsi seseorang
tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri dan juga di dunia
luar. Totalitas pengalaman, baik yang disadari maupun tidak disadari membangun
medan fenomenal. Rogers berpendapat bahwa hanya ada cara untuk membedakan,
yaitu mengetes realitas, atau mengecek kebenaran dari informasi, dalam mana
hipotesis seseorang didasarkan pula kepada sumber informasi lainnya. Contoh
sederhana tentang masalah ini: “Apabila anda merasa tidak yakin tentang botol
mana yang berisi garam dari dua botol yang sama-sama berisi benda halus
berwarna putih, maka sebaiknya anda mencicipi (mengetes) isi kedua botol
tersebut, apabila isi salah satu botol tersebut rasanya asin, maka itulah
garam.
2.
Medan Phonemenal
Medan phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman dan mempunyai sifat
disadari atau tidak disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan
phenomenal itu dilambangkan atau tidak.[1]
3.
Self
Self merupakan bagian medan phenomenal dan aspek utama dalam teori kepribadian
Roger, yang dikenal dengan “self concept” (konsep diri). Roger
mengartikannya sebagai “persepsi tentang karakteristik “I” atau “me”
dan persepsi tentang hubungan “I” atau “me” dengan orang lain
atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang terkait dengan
persepsi tersebut. Konsep diri
merupakan gambaran mental tentang diri sendiri, seperti “saya cantik”, “saya
seorang pekerja yang jujur”, dan “saya seorang pelajar yang rajin”. Hubungan
antara “self concept” dengan organisme terjadi dalam dua kemungkinan,
yaitu “congruence” atau “incongruence”. Kedua kemungkinan
hubungan ini menentukan perkembangan kematangan, penyesuaian, dan kesehatan
mental seseorang.
Apabila antara “self concept” dengan organisme terjadi
kecocokan maka hubungan itu disebut kogruen, tetapi apabila terjadi ketidak
cocokan maka hubungan itu disebut inkogruen. Contoh yang inkongruen: anda
mungkin menyakini bahwa secara akademik anda seorang yang cerdas (self
concept), namun ternyata nilai-nilai yang anda peroleh sebaliknya (organisme
atau pengalaman nyata). Suasana
inkongruen menyebabkan seseorang mengalami sakit mental, seperti merasa
terancam, cemas, berpikir yang kaku atau picik. Sedangkan kongruensi
mengembangkan kesehatan mental atau penyesuaian psikologis. Ciri orang yang
sehat psikologisnya adalah sebagai berikut:
a.
Dia mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa
yang terjadi di lingkungan secara objektif.
b.
Dia terbuka terhadap semua pengalaman karena tidak mengancam konsep
dirinya.
c.
Dia mampu menggunakan semua pengalaman.
d.
Dia mampu mengembangkan dirinya kearah aktualisasi diri.
Berkembangkan idea atau gagasan mengenai peranan self dalam
kepribadian didasarkan kepada hasil penelitian Rogers sendiri pada tahun
1930-an. Pada tahun itu Rogers meneliti tentang factor-faktor penentu yang
mempengaruhi tingkah laku anak yang sehat atau tidak sehat. Faktor-faktor yang
diyakini mempengaruhi anak tersebut adalah: [2]
1)
Factor eksternal, terutama lingkungan keluarga, kondisi kesehatan,
status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan interaksi sosial.
2)
Factor internal:
self-insight, self acceptance, atau self responsibility.
C.
Dinamika kepribadian
Rogers menyakini bahwa manusia dimotivasi oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasakan,
memelihara, dan meningkatkan dirinya. Kebutuhan ini bersifat bawaan sebagai
kebutuhan dasar jiwa manusia, yang meliputi
kebutuhan fisik dan psikis. Sebenarnya manusia memiliki
kebutuhan-kebutuhan lainnya namun itu semua tunduk kepada kebutuhan yang satu
ini. Kebutuhan lainnya adalah “positive regard of others” dan “self regard”.
Kedua hubungan ini bersifat dipelajari mulai usia dini, yaitu ketika bayi
mendapat curahan cinta kasih, perawatan, dan positive regard” (penghargaan yang
positf) dari orang lain (terutama orang tua).
Dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan fisik seperti makan dan
minum, serta mempertahankan organisme dari serangan luar. Di samping itu juga
motif aktualisasi diri ini berfungsi untuk mendorong perkembangan manusia
melalui organ-organ fisik, perkembangan fungsi-fungsi psikis, dan pertumbuhan
seksual masa remaja.
D.
Perkembangan Kepribadian
Rogers tidak mengemukakan tahapan dalam perkembangan kepribadian.
Dia lebih tertarik kepada cara-cara orang lain (orang tua) menilai anak, atau
sikap dan perlakuan orang tua (terutama ibu) terhadap anak. Jika orang tua
tidak mencurahkan “positive regard” (penerimaan, dan cinta kasih) bahkan
menampilkan sikap penolakan terhadap anak, maka kecenderungan bawaan anak untuk
mengaktualisasikan dirinya menjadi terhambat. Secara
ideal, anak mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang cukup pada setiap saat
dari orang lain (orang tua). Kondisi ini mengimplikasikan bahwa cinta kasih ibu kepada anak tidak
diberikan secara conditional, tetapi secara bebas dan penuh.
Mengingat pentingnya memperoleh kepuasan akan kebutuhan “positif
regard”, khususnya pada masa anak, maka seseorang akan menjadi sensitive
akan sikap dan tingkah laku orang lain. Melalui penafsiran terhadap reaksi yang
diterima dari orang lain (baik penerimaan maupun penolakan), seseorang mungkin
berubah atau memperhalus konsep dirinya. Hal ini menunjukkan, bahwa
perkembangan konsep diri seseorang dipengaruhi juga oleh upayanya
menginternalisasi sikap-sikap orang lain.
Positive regard akan menjadi lebih mempribadi daripada yang berasal
dari orang lain. Kondisi ini oleh Rogers dinamakan “positive self regard”.
Kondisi ini menjadi sekuat kebutuhan seseorang akan “positive regard”
dari orang lain yang mungkin dapat dipuaskan dalam cara yang sama. Contoh:
Seorang anak yang mendapat penghargaan dari ibunya dengan cinta kasih, dan
penerimaan ketika dia menjadi periang dapat menghasilkan “positive self
regard” kapan saja dia berperilaku menjadi periang. Dengan demikian anak
mulai menghargai dirinya sendiri. Perkembangan dari “positive regard” ke
“positive self regard” dipengaruhi oleh kondisi yang mengembangkan
perasaan berharga.
Orang tua tidak selalu mereaksi setiap tingkah
laku anak dengan penghargaan yang positif (positive regard), apabila
tingkah laku anak itu mengganggu, menjengkelkan, atau membosankannya.
berdasarkan pengalaman ini, anak belajar bahwa cinta kasih atau penerimaan
orang tua bergantung kepada tingkah laku tertentu, yang disetujuinya mendapat
penghargaan, sementara yang ditolaknya tidak mendapat penghargaan. Standar
pertimbangan eksternal (dari orang tua) untuk menghargai atau menolak suatu
perilaku menjadi mempribadi pada diri anak, sehingga dia akan menghukum dirinya
apabila dia melakukan sesuatu yang orang tua pun menghukumnya
Anak yang dikembangkan dalam suasana yang “unconditional
positive regard” akan mampu mengembangkan aktualisasi dirinya atau menjadi
orang yang berfungsi secara penuh (fully functioning person). Menurur
Rogers “fully functioning person” ini merupakan tujuan dari perkembangan
seseorang. Orang yang telah mencapai keadaan tersebut, memiliki karakteristik
pribadi sebagai berikut:
1.
Memikili kesadaran akan semua pengalaman. Bersikap terbuka baik
terhadap perasaan yang positif dan perasaan negative.
2.
Berpartisipasi dalam kehidupan.
3.
Memiliki rasa percaya terhadap dirinya sendiri.
4.
Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun.
5.
Menjalani kehidupan sesuai perubahan yang terjadi di lingkungan,
serta berpikir kreatif.
Menurut Rogers perkembangan “self” selalu bersifat maju.
Jika seseorang berhenti dalam usahanya untuk berkembang, maka dia akan
kehilangan sikap spontanitas, dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Rogers
memformulasikan teori kepribadiannya ke dalam berbagai
dalil, yaitu sebagai berikut:[3]
1.
Setiap individu berada dalam perubahan dunia pengalaman yang secara
terus menerus berubah, dan dia sebagai pusatnya. Individu hidup dalam dunia
pengalamannya sendiri, yang tidak pernah sama dari satu hari ke hari
berikutnya.
2.
Organisme mereaksi medan pengalaman sebagaimana
medan itu dialami dan dipersepsinya. Medan yang dipersepsi individu adalah
nyata.
3.
Organisme mereaksi medan fenomena sebagai keseluruhan yang
terorganisasi. Rogers berpendapat bahwa karakteristik dasar individu adalah
kecenderungannya ke arah respon
atau tujuan secara total.
4.
Organisme memiliki satu
kecenderungan atau motif dasar yaitu mengaktualisasikan, memelihara, dan
mengembangkan “self”.
5.
Tingkah laku merupakan usaha organism untuk mencapai tujuan memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya.
6.
Emosi menyertai dan
memfasilitasi pencapaian tujuan tingkah laku. Dalam hal ini kepribadian mencoba
mengigrasikan dua jenis emosi dalam tingkah laku yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan.
7.
Cara yang paling baik untuk memahami tingkah laku adalah kerangka
berpikir individu itu sendiri.
8.
Sebagian dari medan persepsi berangsur-angsur terdiferensiasi
menjadi “self”.
9.
Struktur “self” terbentuk sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan dan evaluasi terhadap orang lain.
10. Nilai-nilai
terikat dengan pengalaman, dan nilai-nilai yang merupakan bagian struktur “self”,
dalam beberapa hal adalah nilai-nilai yang dialami langsung oleh organism, dan
dalam beberapa hal adalah nilai-nilai yang diambil dari orang lain.
11. Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan
individu itu dapat dihadapi demikian: Ditolak atau diabaikan secara palsu oleh
karena pengalaman itu tak selaras dengan stuktur “self”.
12. Kebanyakan cara-cara bertingkah laku yang
diambil orang ialah yang selaras dengan konsepsi “self”.
13. Dalam beberapa hal tingkah laku itu mungkin
didorong oleh pengalaman-pengalaman dan kebutuhan-kebutuhan.
14. Dalam kondisi tertentu, pertama-tama tiadanya
ancaman terhadap struktur self, pengalaman-pengalaman yang tidak selaras dengan
struktur self dapat diamati dan diuji.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Carl
R. Rogers dilahirkan pada 8 januari 1902 di Oak Park, Illinois. Dia dibesarkan
dalam atmosfer religious dan etika yang keras dan tegas. Rogers
mendapatkan gelar sarjana dari Teacher College, Columbia University, dan
memperoleh Ph.D. pada 1931. Dia menggambarkan pengalamannya itu sebagai
pengalaman yang mengarahkan dirinya “menyerap” pandangan dinamis Freud dan
pandangan yang “teliti, ilmiah, amat objektif dan statistical” yang lazim di
Teacher College.
Perhatian utama
Roger kepada perkembangan atau perubahan kepribadian, maka dia tidak menekankan
kepada struktur kepribadian. Meskipun begitu, dia mengajukan tiga aspek pokok
dalam teorinya, yaitu organisme, medan
phonemenal dan self. Berkembangkan idea atau gagasan mengenai peranan self
dalam kepribadian didasarkan kepada hasil penelitian Rogers sendiri pada tahun
1930-an. Pada tahun itu Rogers meneliti tentang factor-faktor penentu yang
mempengaruhi tingkah laku anak yang sehat atau tidak sehat. Faktor-faktor yang
diyakini mempengaruhi anak tersebut adalah Factor
eksternal, terutama lingkungan keluarga, kondisi kesehatan, status sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, dan interaksi social dan Factor
internal: self-insight, self acceptance, atau self responsibility.
Rogers
menyakini bahwa manusia dimotivasi oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasakan,
memelihara, dan meningkatkan dirinya. Kebutuhan ini bersifat bawaan sebagai
kebutuhan dasar jiwa manusia, yang meliputi
kebutuhan fisik dan psikis. Sebenarnya manusia memiliki
kebutuhan-kebutuhan lainnya namun itu semua tunduk kepada kebutuhan yang satu
ini. Kebutuhan lainnya adalah “positive regard of others” dan “self regard”.
Kedua hubungan ini bersifat dipelajari mulai usia dini, yaitu ketika bayi
mendapat curahan cinta kasih, perawatan, dan positive regard” (penghargaan yang
positf) dari orang lain (terutama orang tua).
Menurut
Rogers perkembangan “self” selalu bersifat maju. Jika seseorang berhenti
dalam usahanya untuk berkembang, maka dia akan kehilangan sikap spontanitas,
dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Rogers memformulasikan teori
kepribadiannya ke dalam beberapa dalil.
DAFTAR PUSTAKA
Nurihsan,
Syamsu Yusuf LN, Juntika. 2012. Teori Kepribadian. Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA.
Perven, Lawrence A, dkk. 2012. Psikologi Kepribadian: Teori Dan
Penelitian. Jakarta: KENCANA Prenada Media Group.
Sumadi,
Suryabrata. 2013. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar